Yang Kurang Pas Tentang Sukses

Coba kita ingat lagi apa yang didengungkan di telinga kita sejak kita kecil? Ingat dong gimana orangtua kita menimang-nimang kita? "Cepat besar, kalo sudah besar jadi dokter...".  


Mungkin kita sempat ada yang terbebani dgn tuntutan-tuntutan orang tua? "Masuk IPA, jangan di IPS!". Lalu muncul paradigma kalo engga masuk kelas eksak dianggap tidak pintar.


Walaupun engga semua orangtua kita seperti itu, tapi emang menjadi "beban" yang berat buat kita. Emang hal itu secara 'teori' tidak benar juga. Tapi gimana lagi wong kita sendiri saja juga selalu menganggap bidang-bidang eksak lebih 'eksklusif' dibandingkan bidang-bidang sosial. Padahal kan semua bidang ilmu itu ada plus minusnya.  


Dari sinilah akhirnya banyak keminderan-keminderan yang tercipta karena persepsi awal kita tentang sukses yang agak salah. Maka dari itu mulai sekarang kita samakan persepsi: kita semua pintar. Tergantung potensi kecerdasan mana yang berkembang dgn optimal pada diri kita.  


Mari kita simak beberapa tokoh dan peristiwa yang telah dicontohkan Alloh dalam Al-Qur'an.  


Kawan, pernah denger nama Qarun? Siapa Qarun? Dia adalah saudagar atau lebih tepatnya konglomerat di zaman Nabi Musa as. Kekayaannya aja digambarkan sampai kunci-kunci gudangnya ga kuat dibawa oleh 7 orang yg kuat-kuat! Weiih, wuiiih, waooow.... Kurang kaya apa sih Qarun? Oke, kalo kita cuma menganggap bahwa kesuksesan identik dgn kekayaan, kita ngga pernah deh... bisa setajir Qarun!  


Pernah ngga denger nama Fir'aun? Raja yang cerdas, kuat, sampai-sampai dia PeDe mengaku dirinya Tuhan! Ngga mungkin kan kalo ngga punya kelebihan kekuasaan, kecerdasan, dan pengaruh si Fir'aun PeDe nagku-ngaku jadi Tuhan? Berarti kalo kita menganggap kesuksesan adalah kecerdasan, kekuasaan, jabatan yang tinggi, kontan kita ngga selevel sama si Fir'aun! Hehee...  


Nah, sekarang kita bahas kelanjutan kedua tokoh kita ini. Sampai sekarang, kira-kira ada ngga sih orangtua yang ngasi nama anaknya dgn Qarun atau Fir'aun? Kenapa ngga mau? Padahal kan mereka kesohor dengan kekayaan, kecerdasan, dan kekuasaannya?  


Kenapa orang lebih suka menamai anaknya Ayyub? Yang dalam sejarah para nabi dan rasul diceritakan beliau adalah nabi yang diuji dengan kesusahan yang bertubi-tubi. Atau mengapa mereka lebih senang menamai anak-anaknya dengan Musa? Yang harus menghadapi Fir'aun dan diuber-uber untuk dibunuh? Atau lebih senang menamai anak-anak merekan dengan Yusuf, Ibrahim, Muhammad, atau Zakaria?  


Hmm... mungkin jawaban sebagian besar dari kita adalah: "Terang aja, mereka kan nabi, rosul, orang salih...". Wah, tunggu dulu kawan, jawabannya ngga sesederhana itu! Udah jamak kalo jawabannya cuma gitu. Ada jawaban yg lebih prinsip, yang harus kita ingat seterusnya.  


Kembali ke para tokoh di atas ya...  


Jawabannya adalah TERMINAL AKHIR mereka atau KESUDAHAN SEJARAH mereka! Fir'aun yang tersohor dengan kekuasaannya, kecerdasannya, dan segala kehebatannya, menemui akhir hayatnya dengan terpelanting dari kekuasaannya, tenggelam di laut merah bersama bala tentaranya, dan bahkan ibaratnya lautan pun enggan menerima bangkainya! Jasadnya ditemukan, menjadi bukti dan pelajaran bahwa kekuasaan manusia begitu naif di hadapan Alloh tanpa keimanan.  


Lalu bagaimana dengan Qarun? Ia yang tersohor dengan kekayaannya itu tertelan oleh bumi besera semua kekayaannya! Tenggelam! Mungkin itu sebabnya ya, ada istilah 'harta karun'. Hehee... intermezzo kawan. Akhir hidup yang tragis kan?  


Sedangkan para nabi, rosul, orang-orang yang salih, memilih cerita yang berbeda. Mereka memilih tujuan akhir dalam hidupnya, kesudahan yang penuh keberkahan dan keselamatan. Hal ini karena mereka memiliki tujuan yang pasti dalam hidupnya, misi yang jelas, tetap dalam jalur kebenaran dan kesabaran di sana.  


Yang pengen aku share disini adalah. Sukses tidak hanya berhenti pada definisi kecerdasan, kekayaan, kekuasaan, atau hal duniawi lainnya. Menurutku sukses adalah TERMINAL AKHIR yang akan kita tuju di akhir hayat kita. Pilihan hanya ada dua: surga atau neraka.  


Lalu, apakah kecerdasan, kekayaan, kekuasaan, dan hal duniawi lainnya itu ga penting? Sapa bilang kawan? Itu juga penting, tapi (ada tapinya lho) kembali ke hal yg udah aku bahas di atas. Itu semua bukan menjadi TUJUAN AKHIR (atau istilah modern sekarang kan disebut KESUKSESAN), tapi menjadi JALAN untuk meraih TUJUAN AKHIR itu.  


Sekarang gini aja, apa kita bisa bersedekah, zakat, infaq, sodaqoh kalo kita tidak punya punya uang? Memang sebatas senyum pun juga bagian dari sedekah. Tapi, alangkah mulianya di mata Sang Illahi karena Dia kita bersedekah untuk membantu mereka yg membutuhkan, iya kan? Banyak kisah para sahabat yang membahas tentang kekayaan dan sedekah lho...  


Gimana kecerdasan? Itu juga penting (sebagai jalan ya, ingat!). Masih banyak kawan di sekitar kita, yang masih kurang ilmu (bodoh) ataupun yg belum tau apa itu kebenaran (dalam banyak hal). Tugas bagi orang yang mempunyai kecerdasan kan untuk membagi, membari dakwah, dan ilmunya agar mereka terbebas dari jahiliyah. Ingat kawan, dakwah itu perlu ilmu. Mengajar ilmu dunia (matematika, ekonomi, dll) jg butuh ilmu lho. Pernah denger Alloh akan meningkatkan derajat umatNya yang menuntut ilmu kan... (cek kalo salah ya)  


Nah, bagaiman dengan kekuasaan? Perlu juga kawan. Ini berhubungan dgn pemberi kebijakan bagi kemaslahatan umat. Coba bayangin kalo yang memegang kekuasaan di negeri ini adalah orang jahat yg selalu berbuat keonaran, Indonesia udah kacau! (padahal sekarang aja udah kacau, hehee)  


Nah, berarti udah tau kan? Segala hal yang kita anggap merupakan KESUKSESAN perlu direvisi ulang. Kata-kata hematnya gini: 


DUNIA ADALAH JALAN, AKHIRAT ADALAH KESUKSESAN ------------------------------------------
0 Responses

Posting Komentar

abcs